Selasa, 24 Maret 2009

BAB II Landasan Teoritis

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Masalah Minat

1. Pengertian Minat Belajar.

Minat secara etimologi berarti, perhatian, keinginan untuk memperhatikan atau melakukan sesuatu.[1]. Menurut Sumardi Suryabrata, minat adalah kecendrungan yang kuat untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan.[2]

Sementara menurut Slameto minat adalah :

Suatu rasa lebih suka atau ketertarikan pada suatu hal atau aktifitas, tanpa adanya yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan sesuatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri, semakin kuat atau dekat hubungan tersebut semangkin besar minat.[3]

Dari pengertian di atas jelaslah bahwa yang dimaksud dengan minat adalah perhatian atau keinginan yang kuat untuk melakukan sesuatu, memperhatikan dan mengenang beberapa aktifitas. Seseorang yang berminat terhadap sesuatu akan cendrung mengenang dan memperhatikannya.

Sedangkan minat dalam pengertian terminologi dapat ditemukan sebagai berikut:

a. Menurut Oemar Hamalik minat adalah “kecendrungan” yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan.

b. Menurut Slameto minat adalah “penerimaan akan sesuatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri sendiri. Semakin kuat dan dekat hubungan tersebut semakin besar minat.[4]

c. Minat adalah gejala phisikis yang timbul dari perpaduan keinginan dan kemauan yang ada pada diri seseorang, yang direalisasikan atau di ekspresikan dengan adanya perasaan senang yang menyebabkan adanya perhatian terbesar terhadap suatu obyek, sehingga orang tersebut mempunyai kecenderungan hati untuk berbuat sesuatu terhadap obyek tersebut.[5]

Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa minat adalah daya pendorong yang timbul dari dalam diri sendiri, yang menyebabkan ia melakukan aktifitas-aktifitas tertentu sesuai dengan apa yang direncanakan. Dalam belajar, minat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran. Apabila minat seseorang terhadap sesuatu tinggi, maka akan termotivasilah ia untuk melakukan kegiatan tersebut. Demikian juga sebaliknya apabila seseorang tidak atau kurang memiliki minat terhadap sesuatu, maka ia tidak akan memiliki motivasi yang tinggi untuk melakukan kegiatan tersebut.

Setelah menjelaskan pengertian minat, maka berikut ini akan dijelaskan apakah yang dimaksud dengan belajar:

a. Menurut James O. Wittaker, belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.[6]

b. Menurut Bafadal Ibrahim belajar adalah “proses mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan, apakah dalam laboratorium atau dalam lingkungan alamiah. Sehingga seseorang menjadi mengerti dan mengetahui dari sebelumnya tidak mengetahui dan tidak mengerti[7]

c. M. Dalyono mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.[8]

Dari pendapat di atas dapat dilihat bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang dihasilkan dari kegiatan latihan dan pengalaman, dari orang yang tidak mengetahui menjadi mengetahui, dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Sedangkan minat belajar menurut Menurut Pososoewarno adalah: Sikap dan kemauan seseorang yang cendrung untuk menggali ilmu pengetahuan (belajar) dalam usaha merubah dirinya kearah yang lebih baik, baik pengetahuan, perilaku, kebiasaan, penyesuaian diri dan lain-lain.[9]

Jadi yang dimaksud minat belajar adalah aspek psikologi seseorang yang menampakkan diri dalam beberapa gejala, seperti: gairah, keinginan, perasaan suka untuk melakukan proses perubahan tingkah laku melalui beberapa kegiatan yang meliputi mencari pengatahuan dan pengalaman, dengan kata lain, minat belajar itu adalah perhatian, rasa suka, ketertarikan seseorang (siswa) terhadap belajar yang ditunjukkan melalui keantusiasan, partisipasi dan keaktifan dalam belajar.

Bertitik tolak dari pengertian di atas dapat dilihat bahwa para ahli mempunyai indikasi yang sama dalam mempromosikan pengertian minat belajar. Dimana minat belajar adalah suatu kecendrungan individu untuk merubah dirinya dari yang tidak mengetahui menjadi mengetahui dan dari tidak mengerti menjadi mengerti, dalam perubahan tersebut terdapat suatu minat yang selalu tinggi untuk semakin merubah dirinya dari berbagai sisi, baik perilaku, sikap, kebiasaan dan sebagainya.

2. Fungsi Minat Belajar

Minat memiliki fungsi besar dalam proses belajar mengajar yang dijalankan oleh siswa, minat muncul karena adanya kebutuhan. Berikut ini penulis akan mengemukakan fungsi minat dalam kehidupan seorang siswa, sebagaimana dikemukakan oleh Elizabeth, B. Hurlock dalam Abdul Wahid, bahwa minat memiliki empat fungsi dalam kehidupan siswa, yaitu minat mempengaruhi intensitas cita-cita, minat dapat menjadi daya pendorong yang kuat, minat dapat mempengaruhi prestasi siswa dan minat juga dapat membawa kepuasaan.[10]

Elizabeth B. Hurlock menulis tentang fungsi minat bagi kehidupan anak sebagaimana yang ditulis oleh Abdul Wahid sebagai berikut:

  1. Minat mempengaruhi bentuk intensitas cita-cita.

Sebagai contoh anak yang berminat pada olah raga maka cita-citanya adalah menjadi olahragawan yang berprestasi, sedang anak yang berminat pada kesehatan fisiknya maka cita-citanya menjadi dokter

  1. Minat sebagai tenaga pendorong yang kuat.

Minat anak untuk menguasai pelajaran bisa mendorongnya untuk belajar kelompok di tempat temannya meskipun suasana sedang hujan.

  1. Prestasi selalu dipengaruhi oleh jenis dan intensitas.

Minat seseorang meskipun diajar oleh guru yang sama dan diberi pelajaran tapi antara satu anak dan yang lain mendapatkan jumlah pengetahuan yang berbeda. Hal ini terjadi karena berbedanya daya serap mereka dan daya serap ini dipengaruhi oleh intensitas minat mereka.

  1. Minat yang terbentuk sejak kecil/masa kanak-kanak sering terbawa

seumur hidup karena minat membawa kepuasan.

Minat menjadi guru yang telah membentuk sejak kecil sebagai misal akan terus terbawa sampai hal ini menjadi kenyataan. Apabila ini terwujud maka semua suka duka menjadi guru tidak akan dirasa karena semua tugas dikerjakan dengan penuh sukarela. Dan apabila minat ini tidak terwujud maka bisa menjadi obsesi yang akan dibawa sampai mati.[11]

Minat berfungsi sebagai pemuas keinginan seseorang. Minat juga dapat menimbulkan rasa puas atau senang terhadap sesuatu yang diminatinya. Siswa yang berminat untuk menjadi seorang arsitek akan senang melihat orang yang bekerja sebagai arsitek. Demikian juga halnya dengan seorang siswa yang berminat terhadap suatu mata pelajaran, maka dia juga akan merasa senang dan semangat memperhatikan pelajaran dan juga akan memunculkan rasa kecewa pada diri anak ketika guru yang mengajar mata pelajaran yang disukainya tidak dapat hadir atau berhalangan.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Belajar

Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa minat merupakan suatu kecedrungan yang tinggi terhadap objek atau pemusatan perhatian terhadap objek yang disenangi. Minat yang dimiliki oleh individu disebabkan adanya motif untuk berhubungan dengan objek yang menarik yang sesuai dengan kebutuhannya yang menimbulkan rasa puas dan senang.

Wasty Soemanto mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi minat belajar adalah :

a. Faktor Stimuli Belajar, meliputi

1. Panjangnya bahan pelajaran

2. Kesulitan bahan pelajaran

3. Beartinya bahan pelajaran

4. Berat ringannya tugas yang diberikan

5. Metode belajar

b. Faktor Individual, meliputi:

1. Intelegensi

2. Kamatangan

3. Pengalaman sebelumnya

4. Kapasitas mental

5. Motivasi

6. Minat

c. Faktor Eksternal, meliputi:

1. Lingkungan keluarga

2. Lingkungan sekolah

3. Lingkungan masyarakat[12]

Untuk lebih jelasnya faktor – faktor yang mempengaruhi minat belajar siswa dapat dikemukakan pada uraian berikut ini:

1. Faktor Internal

Faktor merupakan semua hal yang menyangkut seluruh diri pribadi siswa, termasuk fisik maupun psikofisiknya, yang akan menentukan berhasil atau tidaknya seseorang belajar.

Sudirman A.M. mengatakan bahwa faktor internal yang mempengaruhi minat belajar siswa diantaranya adalah:

a. Motivasi

b. Kosentrasi

c. Ralasi: Keterlibatan unsur fisik dan mental

d. Organisasi: menata dan menempatkan bahan pelajaran ke dalam satu kesatuan pengertian.

e. Pemahaman

f. Ulangan.[13]

Adapun yang termasuk faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa menurut Muhibbin Syah adalah:

a. Faktor Biologis

Kondisi fisik anak sangat mempengaruhi minatnya dalam belajar. Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi intensitas dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah apalagi jika disertai kepala pusing, kepala berat misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinyapun kurang atau tidak berbekas.[14]

Faktor makanan juga sangat mempengaruhi keadaan jasmani seseorang dalam belajar, dalam perspektif Islam makanan yang harus dikonsumsi adalah makanan yang halal lagi baik (halalan toyyiban). Apabila siswa terbiasa mengkonsumsi makanan yang haram atau tidak baik, akan mengalir dalam darah yang tidak baik. Kondisi ini sedikit banyak akan berpengaruh kepada belajar, karena dalam tubuh mengalir darah haram, menyebabkan cara berfikir yang kurang baik, sulit berkonsentrasi (selalu merasa gelisah).semua itu bisa terefleksi pada perilaku yang tidak baik (mal adaptif) dalam belajar.

Selain itu, berkenaan dengan aspek fisiologis, kondisi organ-organ khusus siswa seperti tingkat kesehatan indra pendengaran, penglihatan, juga sangat memepengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan dalam proses belajar. Berkenaan dengan faktor ini Slameto menyatakan bahwa kesehatan dan cacat tubuh juga berpengaruh terhadap siswa belajar.[15]

Dari pendapat Slameto di atas kita dapat melihat bahwa kesehatan dan cacat tubuh berpengaruh terhadap siswa dalam belajar, apabila badannya sehat dia akan cendrung lebih aktif dalam belajar karena didukung oleh jasmani dan tubuh yang sehat, tetapi orang yang cacat tubuhnya akan kurang keaktifannya dalam proses pembelajaran karena tidak didukung oleh badan atau jasmani yang sehat..

b. Aspek Psikologis

Adapun yang termasuk faktor psikologis yang mempengaruhi minat belajar siswa adalah:

1) Intelegensi

Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi ransangan atau menyesuaikan dengan lingkungan dengan cara yang tepat (Reber, 1998).[16]

Jadi intelegensi dapat diartikan kemampuan jiwa dan fisik untuk mereaksi ransangan yang datang dengan tepat dalam melakukan interaksi dengan lingkungan.

Intelegensi merupakan kecakapan yang terdiri atas tiga jenis, yaitu:

a) Kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan diri ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif.

b) Mengetahui atau menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif

c) Mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.[17]

Intelegensi merupakan kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi ransangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa tak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna semakin tinggi intelegensi seorang siswa, maka semakin tinggi peluangnya meraih sukses. Sebaliknya semakin rendah kemampuan intelegensi seorang siswa, maka semakin kecil peluangnya untuk meraih sukses.

2) Perhatian

Perhatian merupakan pemusatan energi psikis yang tertuju kepada suatu objek pelajaran atau dapat dikatakan sebagai banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar.[18]

Jadi perhatian merupakan pemusatan energi jiwa yang tertuju kepada suatu objek tertentu dan merupakan kesadaran untuk menyertai aktifitas belajar atau kegiatan belajar bagi seorang peserta didik.

3) Sikap siswa

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecendrungan untuk mereaksi atau merespon (response tedency) dengan cara yang relatif tetap sehingga objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap (attitude) siswa yang positif, terutama kepada anda dan mata pelajaran yang anda sajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap anda dan mata pelajaran anda, apalagi jika diiringi kebencian kepada anda atau mata pelajaran anda, maka akan menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut.[19]

Untuk mengantisipasi kemukinan munculnya sikap negatif siswa, guru dituntut untuk terlebih dahulu menunjukkan sikap positif terhadap dirinya sendiri dan terhadap mata pelajaran yang menjadi haknya. Dalam hal bersikap positif terhadap mata pelajarannya guru sangat dianjurkan untuk senantiasa menghargai dan mencintai profesinya. Guru yang demikian tidak hanya menguasai bahan-bahan yang terdapat dalam bidang studinya, tetapi juga mampu meyakinkan kepada para siswa akan manfaat bidang studi tertentu, sehingga memunculkan sikap positif dalam diri siswa.

4) Bakat siswa

Secara umum bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Chaplin, 1972: Reber, 1998). [20]

Dalam perkembangan selanjutnya, bakat kemudian diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung upaya pendidikan dan latihannya. Seorang siswa yang berbakat dalam bidang elektro akan jauh lebih mudah menyerap informasi, pengetahuan, dan keterampilan yang berhubungan dengan bidang tersebut dibanding dengan siswa lainnya. Inilah yang kemudian dimaksud dengan bakat khusus (spesific aptitude) yang konon tak dapat dipelajari karena merupakan karunia inborn (pembawaan sejak lahir).

5) Minat siswa

Minat menurut Slameto (1991:182) adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktifitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar. Semakin kuat hubungan tersebut, semakin besar minat.[21]

Jadi minat dapat diartikan sebagai rasa ketertarikan kepada suatu hal, kegiatan atau aktifitas yang dilakukan tanpa ada yang menyuruh untuk melakukannya atau dapat juga diartikan hubungan antara diri pribadi dengan sesuatu diluar diri yang apabila semakin kuat hubungan semakin kuat minat.

6). Motivasi siswa

Motivasi merupakan keadaan internal organisme yang mendorong untuk berbuat sesuatu. Motivasi dapat dibedakan kepada motivasi intrinsik dan ekstrinsik:

a) Motivasi Intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Bila seseorang telah memiliki motivasi intrinsik dalam dirinya maka ia akan sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak membutuhkan motivasi dari luar dirinya. Dalam aktifitas belajar, motivasi intrinsik diperlukan, terlebih bila belajar sendirian. Seseorang yang tidak memiliki motivasi intrinsik sulit sekali melakukan aktifitas belajar terus menerus. Sedangkan orang yang memiliki motivasi intrinsik selalu ingin maju dalam belajar. Keinginan itu dilatar belakangi oleh pemikiran yang positif, bahwa semua mata pelajaran yang dipelajari sekarang akan dibutuhkan dan sangat berguna kini dan masa yang akan datang.[22]

Motivasi intrinsik merupakan dorongan yang berasal dari dalam diri individu tanpa adanya dorongan dari luar untuk melakukan aktifitas atau kegiatan. Seseorang yang telah memiliki motivasi intrinsik dalam belajar, contohnya belajar pendidikan agama Islam, tanpa adanya dorongan dari guru maupun orang tua dia akan tetap belajar karena dilatar belakangi oleh pemikiran yang positif.

b) Motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang daril luar.[23]

Dari uraian di atas dapat digambarkan bahwasanya motifasi intrinsik adalah faktor luar yang mempengaruhi belajar siswa, seperti orang tua, guru, teman dan lain sebagainya sehingga siswa akan memiliki motovasi yang tinggi dalam melakukan suatu hal atau aktifitas dalam belajar. Sedangkan motivasi ekstrinsik factor dari luar diri siswa yang mempengaruhi aktifitas belajar siswa, seperti lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, suhu, udara, dan lain sebagainya.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar individu yang bersangkutan, misalnya ruang belajar yang tidak memenuhi syarat, alat-alat pelajaran yang tidak memadai, lingkungan sosial, dan lingkungan alamiah.[24]

Jadi fakor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri individu/siswa, seperti ruang belajar, sarana dan prasarana, guru, teman sebaya, orang tua, masyarakat dan lain sebagainya. Semua ini sangat mempengaruhi minat siswa dalam belajar.

Faktor eksternal yang mempengaruhi minat belajar siswa ada beberapa macam diantaranya:

a. Faktor Lingkungan Keluarga

Keluarga adalah, ayah, ibu, dan anak-anak serta famili yang menjadi penghuni rumah, faktor orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan anak dalam belajar. Tinggi rendahnya pendidikan orang tua, besar kecilnya pengahasilan, cukup atau kurangnya perhatian dan bimbingan orang tua, rukun atau tidaknya kedua orang tua, akrab atau tidaknya hubungan orang tua dengan anak-anak, tenang atau tidaknya situasi dalam rumah, semua itu turut mempengaruhi pencapaian hasil belajar anak. Faktor keadaan rumah juga turut mempengaruhi minat dan keberhasilan belajar. Besar kecilnya rumah tempat tinggal, ada atau tidak peralatan/media belajar seperti meja belajar, buku-buku dan sebagainya, semuanya itu juga turut menentukan keberhasilan belajar seseorang.[25]

Dari pendapat di atas kita melihat keluarga adalah suatu komunitas terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, anak serta famili. Keberadaan anggota keluarga tersebut mempengaruhi minat siswa dalam belajar, seperti perhatian orang tua, hubungan antar anggota keluarga, keadaan rumah, keadaan ekonomi dan lain-lain.

Berikut ini akan dijelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi minat belajar anak dalam keluarga:

1. Cara orang tua mendidik

Cara orang tua mendidik anaknya sangat besar pengaruhnya terhadap belajar anak. Hal ini dipertegas oleh Sutjipto Wirowidjojo yang menyatakan bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan yang
pertama dan utama. Jika orang tua tidak memperhatikan pendidikan anaknya (acuh tak acuh terhadap belajar anaknya) seperti tidak mengatur waktu belajar, tidak melengkapi alat belajarnya dan tidak memperhatikan apakah anaknya belajar atau tidak, semua ini berpengaruh pada semangat belajar anaknya, bias jadi anaknya
tersebut malas dan tidak bersemangat belajar. Hasil yang didapatkannya pun tidak memuaskan bahkan mungkin gagal dalam studinya.[26]

Mendidik anak tidak baik jika terlalu dimanjakan dan juga tidak baik jika mendidik terlalu keras. Untuk itu, perlu adanya bimbingan dan penyuluhan yang tentunya melibatkan orang tua, yang sangat berperan penting akan keberhasilan bimbingan tersebut.

2. Suasana rumah

Suasana rumah dimaksudkan adalah situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi didalam keluarga, dimana anak berada dan belajar. Suasana rumah yang gaduh, ramai dan semrawut tidak memberi ketenangan kepada anaknya yang belajar. Biasanya ini terjadi pada keluarga yang besar dan terlalu banyak penghuninya, suasana rumah yang tegang, ribut, sering cekcok, bisa menyebabkan anak bosan di rumah, dan sulit berkonsentrasi dalam belajarnya. Dan akibatnya anak tidak semangat dan bosan belajar, karena terganggu oleh hal-hal tersebut.[27]

Untuk memberikan motivasi yang mendalam
pada anak-anak perlu diciptakan suasana rumah yang tenang, tentram dan penuh kasih sayang supaya anak tersebut betah dirumah dan bisa berkonsentrasi dalam belajarnya.

3. Keadaan Ekonomi Keluarga

Dalam kegiatan belajar, seorang anak kadang-kadang memerlukan sarana prasarana atau fasilitas-fasilitas belajar
seperti buku, alat-alat tulis dan sebagainya. Fasilitas ini hanya dapat
terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang, jika fasilitas tersebut tidak dapat dijangkau oleh keluarga. Ini bisa menjadi faktor penghambat dalam belajar, tapi anak hendaknya diberi pengertian tentang hal itu. Agar anak bisa mengerti dan tidak sampai mengganggu belajarnya. Tapi jika memungkinkan untuk mencukupi fasilitas tersebut, maka penuhilah fasilitas tersebut, agar anak bersemangat senang belajar.[28]

Kebutuhan anak terhadap sarana dan prasarana dalam belajar sangat perlu, karena tanpa adanya alat dan sarana prasarana belajar akan mengakibatkan anak tidak tertarik terhadap materi pelajaran, oleh karena itu orang tua di tuntut untuk melengkapi sarana dan prasarana tersebut. Kebanyakan orang tua memang tidak membelikan atau melengkapinya karena faktor ekonomi, oleh sebab itu orang tua harus memberikan pengertian kepada anak tentang kondisi tersebut, agar minat anak dalam belajar tetap ada.

Sedangkan menurut M.Thaib menyatakan:

Orang tua tidak boleh apriori atau lengah dalam memperhatikan teman bermain anaknya atau karena pergaulan sehari-hari supaya anak tetap ada di lingkungan yang baik, orang tua hendaknya memilih teman yang baik untuk anaknya yang rajin melakukan sholat, mengaji, tidak suka berbicara kotor, tidak gemar berkelahi. Sehingga anaknya tumbuh menjadi anak yang baik, berakhlak serta rajin sholat.[29]

Untuk menumbuhkan akhlak yang baik, rajin beribadah, serta berhasil dalam belajar, anak tidak diperbolehkan berteman dengan anak yang berakhlak yang kurang baik, oleh karena itu anak memerlukan teman yang baik, teman yang sopan, dan berbudi pada temannya dan mempunyai keinginan belajar.

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang banyak mempengaruhi kegiatan belajar diantaranya ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri, sifat-sifat orang tua, prakik pengelolaan keluarga, dan demografi keluarga (letak rumah), semuanya dapat memberi dampak baik atau buruk terhadap kegiatan belajar, dan hasil yang dicapai oleh siswa. Cotoh: kebiasaan yang biasa diterapkan orang tua siswa dalam mengelola keluarga (family management practices) yang keliru, seperti kelalaian orangtua dalam memonitor kegiatan belajar anak, dapat menimbulkan dampak lebih buruk lagi. Dalam hal ini, bukansaja anak tidak mau belajar melainkan ia juga cendrung berperilaku menyimpang, terutama perilaku menyimpang yang berat seperti anti sosial (Patterson & Loebert, 1984).[30]

Jadi keluarga sangat mempengaruhi minat siswa dalam belajar, seperti cara orang tua mendidik anak, memperhatikan kebutuhannya, hubungan sesama anggota keluarga dan lain sebagainya. Apabila orang tua kurang memonitor anaknya dalam belajar akan berdampak buruk terhadap minat dan aktifitas belajar anaknya tersebut.

b. Faktor Lingkungan Sekolah

Keadaan sekolah, tempat belajar siswa turut mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar, kualitas guru, metode mengajarnya, kesesuaian kurikulum dengan kemampuan anak, keadaan fasilitas/perlengkapan sekolah, keadaan ruangan, jumlah murid per kelas, pelaksanaan tata tertib sekolah, dan sebagainya. Semua itu turut mempengaruhi minat dan keberhasiln belajar anak. Bila suatu sekolah kurang memperhatikan tata tertib (disiplin), maka murid-murid kurang mematuhi perintah guru dan akibatnya mereka tidak mau belajar sungguh-sungguh di sekolah maupun di rumah. Hal ini mengakibatkan minat dan prestasi belajar anak menjadi rendah. Demikian pula jika murid per kelas terlalu banyak (50-60 orang), dapat mengakibatkan kelas kurang tenang, hubungan guru dengan murid kurang akrab, kontrol guru menjadi lemah, murid menjadi kurang acuh terhadap guru, sehingga motivasi belajar menjadi lemah.[31]

Sekolah merupakan faktor yang menentukan keberhasilan siswa dalam belajar, karena sekolah merupakan sarana atau wadah bagi siswa untuk belajar, faktor sekolah mempengaruhi minat siswa dalam belajar, seperti keadaan sekolah, tempat belajar, lingkungan sekolah, guru, pegawai, teman sebaya, kurikulum, media pembelajaran dan lain-lain. Apabila suasana kelas kurang menyenangkan atau kotor akan mengakibatkan siswa malas dalam mengikuti pembelajaran dan berdampak pada kurangnya minat siswa dalam belajar.

c. Faktor Lingkungan Masyarakat

Disamping faktor lingkungan keluarga dan sekolah sebagaimana disebutkan di atas, faktor masyarakat mempengaruhi minat belajar seseorang, masyarakat adalah lingkungan tempat tinggal anak. Mereka juga termasuk teman-teman anak tetapi tinggalnya di luar sekolah. Bila disekitar masyarakat tempa tinggal keadaan masyarakatnya terdiri dari orang-orang yang berpendidikan , terutama anak-anaknya besekolah tinggi dan moralnya baik, hal ini akan mendorong anak untuk giat belajar. Tetapi sebaliknya, apabila di lingkungan banyak anak yang nakal, tidak bersekolah dan pengangguran, hal ini akan mengurangi semangat belajar atau dapat dikatakan tidak menunjang sehingga motivasi atau minat belajar berkurang.[32]

Dari uraian di atas jelaslah bahwa belajar seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, faktor internal dan faktor eksternal, diantara sekian banyak faktor yang mempengaruhi minat belajar anak diharapkan para guru untuk mampu mengoptimalkannya.

B. Pengertian Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian

Pengertian pendidikan Islam yang dikemukakan oleh para pakar sangat banyak diantara pengertian pendidikan Islam itu adalah sebagai berikut:

a. Abdurrahman an-Nahwawi (1989:41) menyatakan bahwa pendidikan agama Islam adalah penataan individual dan sosial yang menyebabakan seseorang tunduk taat pada Islam dan menerapkan secara sempurna di dalam kehidupan individu dan masyarakat.

b. Oemar al_Toumy al-Syaebani dalam Arifin (1987:13) menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah usaha mengubah tingkah laku individu dilandasi nilai-nilai Islami dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan masyarakatnya dan kehidupan dalam alam sekitar melalui proses pendidikan.

c. Mohammad Fadil al_Djamaly, juga dalam Arifin (1987:16) menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan mengangkat derajat kemanusiaan, sesuai kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarnya (pengaruh dari luar).[33]

Dalam pendidikan agama Islam diusahakan agar anak menjadi orang yang beragama atau orang yang hidup sesuai dengan nilai-nilai pendidikan Islam, Zakiah Drajat dan kawan-kawan merumuskan beberapa pengertian pendidikan agam Islam:

a. Pendidikan agama Islam adalah usaha memberikan bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran Islam serta menjadikannya sebagai pandanga hidup (Way Of Life).

b. Pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang dilaksanakan atas dasar ajaran agama Islam

c. Pendidikan agama Islam adalah pendidikan melalui ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh serta menjadikkan ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan hidup di dunia dan di akhirat[34]

Dari rumusan pengertian pendidikan agama Islam di atas jelaslah bahwa penekanan pada pendidikan agama Islam itu adalah efektif atau sikap keagamaan disamping dari segi kognitif dan psikomotornya, artinya dalam pendidikan agama Islam yang diharapkan bagaimana setelah proses belajar mengajar anak didik dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam.

2. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan artinya sesuatu yang dituju, yaitu yang akan dicapai dengan sesuatu kegiatan atau usaha, sedangkan tujuan pendidikan adalah suatu yang hendak dicapai dengan kegiatan atau usaha pendidikan.

Sedangkan tujuan pendidikan Islam adalah kepribadian muslim, yaitu suatu kepribadian yang aspeknya dijiwai oleh ajaran Al-Quran disebut “Muttaqin “.karena itu pendidikan Islam bearti juga pembentukkan manusia yang bertaqwa.[35]

Jadi tujuan pendidikan Islam itu adalah bagaimana membentuk kepribadian mulsim yang baik, berdasarkan al-quran dan sunnah, karena intinya pendidikan Islam adalah pembentukan akhlak yang baik.

Nur Uhbiyati dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam membagi tujuan pendidikan Islam kedalam tujuan umum dan tujuan khusus, diantaranya:

a) Tujuan Umum

Yang dimaksud tujuan umum adalah maksud atau perubahan-perubahan yang dikehendaki yang diusahakan oleh pendidikan untuk mencapainya.[36]

Al-Abrasyi (1969:71) dalam kajian tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan lima tujuan umum bagi pendidikan Islam, yaitu:

1) Untuk mengadakan pembentukan akhlak yang mulia. Kaum muslimin dari dahulu sampai sekarang setuju bahwa pendidikan akhlak merupakan intinya pendidikan Islam, akhlak yag sempurna adalah tujuan pendidikan Islam yang sebenarnya.

2) Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam bukan hanya menitik beratkan pada keagamaan saja, atau pada keduniaan saja, tetapi pada kedua-duanya sekali.

3) Persiapan untuk mencari rizki dan pemeliharaan segi manfaat atau yang lebih terkenal sekarang ini dengan nama tujuan tujuan vokasional dan profesional

4) Menumbuhkan semangat ilmiah pada pelajar dan memuaskan keingintahuan (Curiosity) dan memungkinkan ia mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri.

5) Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknikal dan pertukangan supaya dapat menguasai profesi tertentu, dan keterampilan pekerjaan tertentu agar dapat ia mencari rizki dalam hidup disamping memelihara segi kehormatan dan keagamaan.[37]

Jadi tujuan pendidikan Islam itu ada 5 macam, diantaranya pembentukan akhak peserta didik kepada akhlak yang baik, persiapan untuk kehidupan akhirat, persiapan untuk mencari rizki dengan ilmu yang didapatkan, untuk tujuan penelitian ilmiah dan mempersiapkan peserta didik yang memiliki kemampuan professional sesuai dengan bidangnya.

b). Tujuan Khusus pendidikan Islam

Tujuan khusus adalah perubahan-perubahan yang dinginkan yang merupakan bagian yang termasuk dibawah tiap unsur pendidikan. Diantara tujuan khusus tersebut adalah:

1) Memperkenalkan kepada generasi muda tentang akidah Islam, dasar-dasarnya, asal usul ibadat dan cara-cara melaksanakannya dengan betul.

2) Menumbuhkan kesadaran yang betul pada diri setiap pelajar terhadap agama termasuk prinsip-prinsip dasar akhlak yang mulia.

3) Menanamkan keimanan kepada Allah pencipta alam, kepada malaikat, rasul, kitab dan hari akhirat berdasarkan pada paham kesadaran dan perasaan.

4) Menumbuhkan minat genesari muda untuk menambah pengetahuan dalam adab dan pengetahuan keagamaan dan untuk mengikuti hukum-hukum agama dengan kecintaan dan kerelaan.

5) Menanamkan rasa cinta dan penghargaan kepada al-Quran membacanya dengan baik, memahami dan mengamalkan ajaran-ajarannya.

6) Menumbuhkan rasa bangga terhadap sejarah dan kebudayaan Islam, pahlawan-pahlawan Islam dan mengikuti jejaknya.

7) Menumbuhkan rasa rela, optimisme, kepercayaan dan tanggung jawab,menghargai kewajiban, tolong menolong atas kebaikkan da taqwa, kasih sayang dan cinta kebaikkan, sabar, berjuang untuk kebaikkan, memegang teguh pada prinsip, berkorban untuk agama dan tanah air untuk siap membelanya.

8) Mendidik naluri, motivasi dan keinginan generasi muda dan menguatkannya dengan nilai-nilai aqidahnya dan membiasakan mereka menahan motivasinya, mengatur emosi dan membimbingnya dengan baik.

9) Menanamkan iman yang kuat kepada Allah pada diri mereka perasaan keagamaan, semangat keagamaan dan akhlak pada diri mereka dan menyuburkan hati mereka dengan rasa cinta dan zikir, taqwa dan takut kepada Allah.

10) Membersihkan hati mereka dengan rasa dengki, hasad, iri hati, benci, kekasaran, kezaliman, egoisme, tipuan, khianat, nifak, ragu, perpecahan dan peselisihan. (Nahlawy, 1963:163-164;A;- Masri,1965:224-245)[38]

Pendidikan agama Islam adalah suatu sistem, mempunyai komponen-komponen seperti layaknya sebuah sistem, pendidikan Islam mempunyai tujuan kurikulum, pendidik, peserta didik dan komponen lainnya. Dan semua kegiatan yang dilakukan oleh beberapa komponen dan kebijaksanaan yang dibuat tidak lain adalah demi tercapainya tujuan pendidikan Islam itu sendiri. Ahmad D Marimba menyatakan bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah terbentuknya kepribadian muslim.[39]

Dengan melihat defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam itu tidak hanya ukhrawi tetapi juga bersifat duniawi. Pendidikan agama Islam itu selalu bertujuan membentuk peserta didik yang bertaqwa pada Tuhannya namun juga bisa berbuat untuk dunianya, ringkasnya dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan agama Islam itu sendiri adalah membentuk muslim sejati yang berkualitas, kualitas ukhrawi maupun kualitas duniawi.



[1]J.S Badudu dan Sultan Mahmud Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1994), h.899

[2] Sumardi Suryabrata,Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Grafindo Persada, 1995), h.70

[3] Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi (Jakarta:Rineka Cipta, 1990), h.80

[4] Ibid, h. 182

[5] Himmatuzulfa.Tinjauan-Tentang-Minat-Belajar-Anak.Htm, http/blogspot.com/2009/01/

[6]Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), cet-keempat, h. 105

[7] Bafadal Ibrahim, Perencanaan Pengajaran, Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h.56

[8] M.Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Komponen MKDK), (Semarang: PT.Rineka Cipta, 1996), h.49.

[9] Pososoewarno, Belajar dan Faktor-Faktor Psikologi Pembelajaran, (Semarang: Toha Putra, 1997), h.52

[10] H.M Chobib Thoha dan Abdul Mu’ti, PBM – PAI di Sekolah, Eksitensi dan proses belajar mengajarPAI, (Yokyakarta: Pustaka Belajar, 1998), h. 109-110

[11] Abdul Wahid, “Menumbuhkan Minat dan Bakat Anak” dalam Chabib Toha (eds), BMPAI di Sekolah Eksistensi dan Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h. 109-110.

[12] Opcit, Wasty Soemanto, h. 107-115

[13] Muhibbin Syah, Interaksi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 39-40

[14] Ibid, h.145

[15] Opcit, Tohirin, h. 127-128

[16] Opcit, Muhibbin Syah, h. 147

[17] Opcit, Tohirin, h.129

[18] Luwzee, Tinjauan-Tentang-Minat-Belajar-Anak (http://blog.friendster.com/2008/12/)

[19] Opcit , Muhibin Syah, 135

[20] Opcit, Muhibbin Syah, h. 149 - 150

[21] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet-1, h. 157

[22] Opcit, Muhibbin Syah, h. 136

[23] Ibid, Syaiful Bahri Djamarah, h.115 -117

[24] Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan dan Penyuluh Belajar di Sekolah, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), h.30

[25] Ibid, M.Dalyono, h.59

[26] Zanikhan, Minat_Belajar_Siswa, http://multiply.com/journal/item/1206/

[27] Ibid , Zanikhan

[28] Ibid , Zanikhan

[29] Abdul Aziz Asy-Syakhs, Kelambanan Dalam Belajar, Penyebab dan Cara Penanganannya, (Jakarta: Gema Insani Pers, 2001), h.40

[30] Opcit, Muhibbin Syah, h. 138

[31] Log-Cit, M.Dalyono. h.59

[32] Ibid, h. 60

[33] Opcit, Tohirin, h.9

[34] Zakiah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Cet - 2, h. 86

[35] Zakiah Drajat, Metodologi Pengajara Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h.72

[36] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (IPI), (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), cet-2, h. 49-50

[37] Ibid, 50-51

[38] Ibid, h. 53-54

[39] Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), Cet – 8, h.45

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentari tulisan ini.......

Pengikut